Bandar lampung-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia menggelontorkan sebuah program yang dinamai Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai Kebijakan Pemerintah guna mempercepat pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sekaligus upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan bahkan dalam rangka mendukung percepatan itu, Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.
Berdasarkan data yang dihimpun, Program KUR merupakan Program Pemerintah yang resmi diluncurkan di tengah Masyarakat Indonesia pada tanggal 5 November 2007, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disalurkan melalui lembaga keuangan dengan pola penjaminan dan sekaligus untuk memperkuat kemampuan permodalan usaha masyarakat dalam rangka pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM masyarakat di tanah air.
Pembiayaan yang disalurkan untuk KUR bersumber dari dana perbankan atau lembaga keuangan yang ditunjuk sebagai Penyalur KUR oleh Pemerintah. Adapun Dana yang disediakan adalah berupa dana untuk keperluan modal kerja serta investasi yang disalurkan kepada pelaku UMKM individu/perseorangan, Badan Usaha dan/atau kelompok usaha yang memiliki usaha produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan dan belum layak untuk mendapatkan pinjaman atau layanan keuangan dari bank atau lembaga keuangan lainnya (belum bankabel).
Di Propinsi Lampung, diantara Bank yang ditunjuk sebagai penyalur KUR adalah Kantor Cabang Bank DKI Syariah Lampung yang diresmikan sejak 12 Januari 2023. Berdasarkan data yang dilansir dari beberapa media, Bank DKI Syariah Cabang Lampung sejak diresmikan telah menyalurkan KUR kepada masyarakat termasuk kepada 75 (Tujuh Puluh Lima) Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung.
Salah satu sektor Usaha UMKM yang dimiliki para Pemilik/Pengurus/Pengelola/Anggota Jamaah Pondok Pesantren NU yang sedang dikembangkan adalah UMKM Pariwisata Wisata Ziarah. Pondok-Pondok Pesantren NU di Lampung rutin menjadi Penyelenggara Wisata Ziarah bagi Santri/Ustadz/Jamaah Ponpes/Majelis Taklim NU. Para Ponpes Pemilik UMKM/Penyelenggara Wisata Ziarah Ponpes ini kemudian membentuk Asosiasi Ziarah Walisongo sebagai Kelompok Usaha Bersama.
Kehadiran Asosiasi Wisata Ziarah Ponpes NU Lampung ini didasari pada pertimbangan, Pertama, Wisata Ziarah secara kultural bagi masyarakat NU merupakan suatu hal yang umum dan cenderung menjadi keharusan dan telah berlangsung puluhan tahun dilaksanakan oleh Komunitas Wisata Ziarah yang salah satu Penyelenggaranya adalah Pondok Pesantren.
Kedua, Potensi bisnis UMKM penyelenggaraan wisata ziarah Ponpes NU di Lampung yang sangat besar. Di Propinsi Lampung terdapat 1.203 Pondok Pesantren dengan jumlah Santri +/- 129 ribu santri (Data Kemenag). Bila rata-rata setiap ponpes melaksanakan 2 kali wisata ziarah per tahun, maka potensi wisata ziarah di Lampung +/- 3.000 trip bus pariwisata per tahun.
Ketiga, Sebanyak 75 Pelaku Usaha UMKM yang salah satu usahanya adalah Wisata Ziarah yang tergabung di Asosiasi Wisaya Ziarah memerlukan pendampingan untuk membantu mengembangkan bisnisnya termasuk menjaga keberlanjutan pembiayaan KUR yang diterima dari Perbankan.
Dana pencairan KUR dari Bank setelah diterima dan masuk ke rekening 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung tentunya menjadi hak masing-masing nasabah untuk menggunakan pinjaman KUR tersebut atas usaha yang akan dipilihnya, guna menghindari macetnya pengembalian pinjaman dan menjamin keberlangsungan usaha, maka 75 Nasabah yang berasal Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung tersebut membentuk Asosiasi Ziarah Walisongo.
Asosiasi Ziarah Walisongo merupakan badan usaha bersama yang dibentuk oleh 75 nasabah Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung yang sama hak dan kewajibannya dengan warga negara lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan karena diperkenankan juga oleh hukum secara sendiri-sendiri untuk mengajukan dan memperoleh pinjaman KUR atas usaha yang telah dan atau akan digeluti tentunya dengan perencanaan yang maksimal.
Asosiasi Ziarah Walisongo tentunya melihat peluang usaha yang dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pengurus dan jamaah pondok pesantren NU di Lampung dengan dukungan dana yang berasal dari KUR tersebut. Selain itu, Asosiasi Ziarah Walisongo juga akan mempertimbangkan secara detail terkait kemampuan pengembalian pinjaman melalui cicilan tiap bulannya.
Setelah melalui proses panjang, Asosiasi Ziarah Walisongo memutuskan untuk membuka usaha melayani jasa ziarah Walisongo ke Pulau Jawa dengan membeli kendaraan 3 (tiga) bus Eksekutif Pariwisata karena berdasarkan fakta setiap bulannya ada Jamaah binaan dari berbagai Pondok Pesantren NU di Lampung yang akan berpergian untuk melakukan ziarah Walisongo ke Pulau Jawa.
Pada dasarnya Pilihan Usaha yang dipilih oleh Asosiasi Ziarah Walisongo di bidang jasa transportasi untuk melayani Jamaah yang akan melakukan ziarah ke Pulau Jawa adalah keputusan yang tepat dan berkesinambungan, karena ada kepastian dalam pengembalian KUR yang menjadi kewajiban dari 75 nasabah Pemilik/Pengurus Pondok Pesantren NU di Lampung yang harus disetor ke Bank DKI Syariah Cabang Lampung setiap bulannya.
Pondok pesantren NU di Lampung ini adalah salah satu peluang terbesar di Sumatera yang biasanya melakukan wisata ziarah Walisongo ke Pulau Jawa dan tentunya atas inisiasi untuk membentuk Asosiasi Ziarah Walisongo oleh pondok-pondok pesantren NU di Lampung, masyarakat sangat mengapresiasi sikap yang diambil oleh 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung tersebut karena dengan kemandirian usahanya selain mampu membentuk Asosiasi Ziarah Walisongo juga mampu membeli 3 (tiga) unit Bus Eksekutif Pariwisata yang diberi nama Jasa NU Nusantara yang tujuannya untuk melayani ziarah Walisongo ke Pulau Jawa, tentunya hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga NU karena telah memiliki bus sendiri untuk melayani jamaah dari berbagai pondok pesantren NU di Lampung untuk ziarah Walisongo ke Pulau Jawa.
Dalam rangka menjaga keberlangsungan usaha, strategi yang diambil oleh 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung dengan membentuk sebuah Asosiasi Ziarah Walisongo diharapkan dapat saling menguatkan dan saling mendampingi satu sama lain dari puluhan nasabah Bank DKI Syariah Cabang Lampung, hal ini sesuai arahan dari Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pentingnya keberadaan pendamping untuk KUR karena pinjaman ini tanpa agunan dan hal ini merupakan suatu terobosan yang sangat baik untuk menjaga agar kemandirian para nasabah KUR tanpa agunan ini dapat terjamin kelancaran dan keberhasilan usahanya serta memiliki kemampuan membayar angsuran KUR sesuai kesepakatan yang telah dibuat bersama Bank DKI Syariah Cabang Lampung.
Sebenarnya tidak ada persoalan terkait penggelontoran KUR dari Bank DKI Syariah Cabang Lampung kepada 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung ini, namun beberapa kali Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Lampung melakukan aksi mengkritisi pengucuran KUR dari Bank DKI Syariah Cabang Lampung kepada 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung tersebut seolah bermasalah dan terdapat penyimpangan.
Proses pengucuran KUR dari Bank DKI Syariah Cabang Lampung untuk 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung pada dasarnya sama dengan persyaratan dan prosedur untuk nasabah yang mengajukan KUR di Bank DKI Syariah Cabang Lampung lainnya, hanya saja kemungkinan dalam hal penggunaan atau pemanfaatan KUR antar nasabah berbeda, termasuk 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung yang memilih memanfaatkan KUR untuk usaha bersama melalui Asosiasi Ziarah Walisongo dengan membeli 3 (tiga) Bus Eksekutif Pariwisata.
Pada dasarnya penyaluran KUR tidak ada ketentuan yang mengharuskan untuk pemanfaatannya secara sendiri-sendiri atau ada larangan untuk membuat usaha bersama atas dana pinjaman KUR tersebut, sehingga tidak ada aturan hukum yang dilanggar atas pengajuan dan pemanfaatan dana KUR oleh 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung dan Pihak Bank DKI Syariah Cabang Lampung tersebut.
Dengan demikian usaha yang dipilih oleh 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung untuk melayani Jamaah dan pengurus yang akan berziarah ke Makam Walisongo di Pulau Jawa dengan cara membeli 3 (tiga) Bus Eksekutif Pariwisata melalui badan usaha bersama (Asosiasi Ziarah Walisongo) adalah diperkenankan secara hukum karena terkait sistem pemanfaatan KUR saja dan tidak terkait dengan prosedur pengajuan KUR karena persyaratan pengajuan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Fenomena atas sering terjadinya aksi demonstrasi dari beberapa LSM terkait dengan klaim analisis sepihak yang menyatakan bahwa seolah telah terjadi penyalahgunaan kewenangan terkait penggelontoran KUR kepada 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung karena KUR tersebut dibelikan 3 (tiga) unit Bus Eksekutif Pariwisata adalah tidak berdasar hukum dan bahkan hal ini penggiringan opini publik yang diduga menyesatkan dan bahkan diduga dapat dipandang sebagai upaya mengkriminalisasi Pihak-Pihak tertentu termasuk pihak Bank DKI Syariah Cabang Lampung selaku pihak yang mengucurkan KUR untuk 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung tersebut.
Dari rentetan panjang aksi demonstrasi LSM di Lampung tersebut kini menjadi keprihatinan tersendiri terkait upaya dugaan “kriminalisasi” oleh salah satu LSM dan sekelompok orang yang mengatasnamakan hukum dan bahkan menjadi stigma negatif terhadap kemandirian 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung yang telah mengajukan pinjaman KUR tanpa agunan pada Bank DKI Syariah Cabang Lampung.
Perlu diketahui bahwa untuk pemanfatan KUR, Bank tidak diperkenankan intervensi atas usaha dari nasabah, yang penting bagi Bank adalah penyaluran KUR sesuai prosedur dan pengembalian pinjaman sesuai dengan kesepakatan dan tidak mengalami kredit macet.
Menurut pengakuan para nasabah, perlakuan Bank DKI Syariah Cabang Lampung terhadap 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung yang menjadi nasabahnya, bahwa tidak ada intervensi dalam hal pemanfaatan dana KUR oleh Nasabahnya. Nasabah hanya berkepentingan usahanya maju berkembang dan yang terpenting juga adalah nasabah membayar angsuran/pengembalian KUR lancar. Komitmen terhadap hal ini telah dibuktikan oleh 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung dengan cara membayar setiap bulannya dan pada saat ini sebagiannya sudah memasuki angsuran ke 14 (empat belas) kali dengan kategori lancar.
Dari beberapa nasabah yang menjadi sumber informasi terkait pinjaman KUR di Bank DKI Syariah Cabang Lampung ini, 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung yang menjadi nasabah KUR tanpa agunan di Bank DKI Syariah Cabang Lampung ini sangat berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden dapat memberikan atensinya agar 75 Pemilik/Pengurus/Pengelola Pondok Pesantren NU di Lampung tidak mengalami dugaan kriminalisasi dari oknum LSM yang memberikan stigma negatif terhadap kemandirian para pemilik pondok pesantren dalam usaha dan kegiatan keagamaan ini.
Saat ini pun, Pemerintah melalui Danantara sedang berencana menggelontorkan KUR senilai Rp 130 Trilyun untuk pengembang Perumahan, dengan demikian KUR itu tidak mesti melulu membiayai usaha-usaha berbasis rumah tangga saja atau usaha kecil dan menengah tertentu saja, asal tidak menyimpang dari konteks prosedural dan jumlah nilai flapon sesuai dan syarat pengajuan lain terpenuhi terutama komitmen terhadap kemampuan mengembalikan KUR, maka kredit tanpa agunan (KUR) tersebut layak untuk digelontorkan kepada siapapun yang memenuhi persyaratan.
Penulis:
Gindha Ansori Wayka
Direktur Law Office GAW & LBH Cinta Kasih (CIKA)
Dan Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah
(KPKAD) Lampung