Bandar lampung, 23 juli 2025 — Sejumlah proyek pembangunan dan rehabilitasi fasilitas pendidikan di Kabupaten Lampung Selatan disorot tajam oleh Lembaga RESTORASI UNTUK KEBIJAKAN (RUBIK) Provinsi Lampung. Melalui hasil monitoring dan investigasi di lapangan, RUBIK menemukan dugaan kuat adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) secara sistematis dan berjamaah dalam realisasi anggaran Tahun 2024.
Investigasi dilakukan pada proyek-proyek strategis seperti pembangunan ruang laboratorium, perpustakaan, ruang kelas baru (RKB), hingga ruang tata usaha di sejumlah sekolah dasar dan menengah. Hasil temuan menyebutkan adanya kerusakan fisik bangunan meski usia proyek masih tergolong sangat baru.
“Kami menemukan kerusakan pada sejumlah bangunan seperti retak pada dinding, penggunaan besi non-SNI, dan dugaan kuat pengurangan volume bahan material seperti semen dan cat. Hal ini sangat merugikan masyarakat dan membahayakan kualitas pendidikan,” ujar perwakilan RUBIK dalam keterangan resminya, Rabu (23/7/2025).
Beberapa proyek yang dipantau antara lain:
SDN Margakaya: Rehabilitasi ruang kelas senilai Rp462 juta oleh Arya Mandiri, serta pembangunan laboratorium dan perpustakaan oleh Abiyan Nata Karya dan Arya Mandiri.
SMPN 2 Natar: Pembangunan ruang tata usaha dan rehabilitasi kelas senilai lebih dari Rp1,1 miliar.
SMPN 1 Jati Agung: Pembangunan dan rehabilitasi ruang kelas senilai total hampir Rp2,6 miliar.
RUBIK menduga bahwa proyek-proyek tersebut tidak melalui proses tender yang sehat. Indikasi praktik tender kurung atau pengaturan pemenang sejak awal sangat kuat. Bahkan disebutkan bahwa panitia pengadaan barang dan jasa hanya menjalankan prosedur administratif untuk menutupi skenario yang sudah dirancang.
“Kalau tender dilakukan secara terbuka dan sehat, seharusnya ada penawaran dengan nilai di bawah pagu, minimal 10%. Namun yang kami temukan justru sebaliknya — perusahaan-perusahaan yang sama, dugaan markup biaya, dan kualitas pekerjaan yang buruk,” lanjut pernyataan RUBIK
RUBIK juga menyoroti lemahnya peran pengawasan oleh pihak konsultan dan Dinas Pendidikan. Proyek-proyek bermasalah tersebut, menurut mereka, seharusnya bisa dicegah jika sistem pengawasan berjalan dengan benar. Namun, kenyataannya, proyek lolos dari kontrol kualitas.
“Ini bukan hanya kelalaian teknis, tapi sudah mengarah pada kejahatan terstruktur. Kami mencium adanya kerja sama tidak sehat antara PPK, PPTK, Konsultan Pengawas, dan Kontraktor,” tegas RUBIK.
Atas temuan tersebut, RUBIK secara resmi meminta Kejaksaan Tinggi Lampung, untuk turun tangan.
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki dan menyidik seluruh dokumen dan pelaksanaan proyek-proyek ini. Karena indikasinya bukan hanya pemborosan anggaran, tapi sudah merugikan keuangan negara dan mencederai kepercayaan publik,” pungkas perwakilan RUBIK.
RUBIK juga mengungkapkan bahwa proses penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada proyek-proyek tersebut diduga telah mengalami markup sejak awal. Mereka menyatakan sudah menyerahkan dokumentasi pendukung, termasuk bukti visual dari hasil monitoring kepada kejaksaan tinggi lampung.